
kabarinesia.com.Jakarta – Isu mengenai dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kembali menjadi sorotan publik. Menyikapi dinamika tersebut, Gelombang Nusantara menggelar Diskusi Media bertema “Perspektif Hukum Atas Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi” pada Kamis, 23 Oktober 2025, bertempat di Wizzmie Menteng, Jalan Raden Saleh Raya No.47, Cikini, Jakarta.
Acara yang dimulai pukul 16.00 WIB hingga selesai itu bertujuan memberikan perspektif hukum yang jernih dan berimbang kepada masyarakat, agar pemberitaan publik tidak terjebak pada spekulasi tanpa dasar hukum yang kuat.
Tiga narasumber hadir dalam diskusi ini, yakni:
Pakar hukum Dr. Petrus menegaskan bahwa diskusi ini digelar untuk mengupas tuntas kerangka hukum, proses pembuktian, serta implikasi yuridis dari tuduhan yang beredar.
“Diskusi ini penting agar publik memahami persoalan secara faktual dan berimbang. Kami ingin mengedepankan perspektif hukum, bukan opini liar yang bisa menyesatkan masyarakat,” ujarnya.
Ia menambahkan, isu ini memiliki signifikansi tinggi terhadap penegakan hukum dan demokrasi, sehingga peran media dalam memberikan informasi akurat menjadi sangat penting.
Sementara itu, Dr. Ivan Ferdiansyah Agustinus menilai bahwa polemik tuduhan ijazah palsu Jokowi justru tidak membawa manfaat bagi masyarakat.
“UGM dan Bareskrim Polri sudah menyatakan bahwa ijazah Presiden Jokowi asli dan otentik. Jadi, isu ini terlalu dipaksakan. Energi publik habis untuk hal yang tidak produktif,” tegasnya.
Ia menambahkan, perbedaan bentuk dan format ijazah Jokowi dengan ijazah lain yang dijadikan pembanding merupakan hal wajar, karena dikeluarkan lebih dari 40 tahun silam.
Ivan juga memperingatkan bahwa pihak-pihak yang menuduh tanpa dasar kuat dapat terjerat pidana.
“Dalil yang mereka ajukan lemah dan dapat berdampak hukum. Saya tidak akan heran jika nanti ada konsekuensi pidana karena tuduhan itu sangat dipaksakan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Petrus juga menilai manuver beberapa pihak seperti Roy Suryo cs sebagai bentuk kepanikan karena munculnya bukti-bukti baru yang justru memperkuat keaslian ijazah Jokowi.
“Manuver mereka adalah ekspresi ketakutan dan upaya menciptakan kegaduhan. Saya meyakini, dalam waktu dekat bisa saja mereka ditetapkan sebagai tersangka karena bukti baru menunjukkan Pak Jokowi memang alumni sah UGM,” ungkapnya.
Petrus mengingatkan publik untuk berhati-hati dan tidak mudah terprovokasi isu yang sejatinya telah lama selesai secara hukum. Ia juga menilai, ada pihak yang sengaja menyebarkan isu ini karena ketidaksukaan terhadap mantan presiden dua periode tersebut.
“Ini jelas ada kelompok yang ingin merongrong nama baik Jokowi. Publik harus cerdas dan melihat konteks politik di balik isu ini,” tambahnya.
Sementara itu, Dr. Salahudin Gaffar menekankan bahwa penyelesaian polemik ini hanya bisa dilakukan melalui mekanisme hukum yang sah.
“Entry point-nya jelas, yaitu hukum acara pembuktian. Semua harus dikembalikan ke penyidik dan diuji di pengadilan, bukan di ruang opini publik,” ujarnya.
Ia menilai, isu ini terus berlarut karena sosok Jokowi memiliki pengaruh besar di dunia politik nasional.
“Masalah ini bukan lagi murni persoalan hukum, tapi sudah sarat kepentingan politik. Dampaknya bisa menjalar ke penilaian atas seluruh kebijakan Jokowi selama menjabat,” jelasnya.
Diskusi yang dihadiri oleh kalangan media, praktisi hukum, dan pegiat demokrasi ini ditutup dengan seruan agar publik berpegang pada fakta dan hukum, bukan pada asumsi yang bisa memperkeruh suasana kebangsaan.
“Kita semua perlu mengedepankan logika hukum, bukan logika politik semata. Kebenaran hukum harus menjadi dasar berpikir dalam setiap isu publik,” tutup Dr. Petrus.
(Supriyadi).
Tidak ada komentar